Wacana Diksi
Pariwisata
Dalam Otonomi Daerah
Pariwisata, sebagai salah satu industri gaya baru (new style
industry) secara efektif terbukti mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang
cepat, terbukanya lapangan kerja, peningkatan taraf hidup dan mengaktifkan sektor
industri lain di dalam negara penerima wisatawan. Sebagai sebuah industri gaya
baru sektor ini mencoba meninggalkan paradigma lama tentang industri yang hanya
menekankan pada suatu proses-output dengan maksud untuk mendapatkan profit
keuntungan semata. Landasan operasionalisasi sektor industri ini di dasarkan
pada ilmu-ilmu baru, tehnologi canggih dan cara berfikir serta dimensi dan
persepsi yang bervariasi pula. Begitu kompleksnya aspek-aspek yang terkait
dengan pariwisata ini, baik menyangkut aspek organisasi, pemasaran, perencanaan
dan tehnik-tehnik pariwisata. Sehingga dalam sektor industri ini meniscayakan
suatu latar belakang kemampuan intelektual yang luas dan pendidikan khusus agar
para profesional dan praktisi yang bergerak di sektor ini mampu menyesuaikan
diri dengan perubahan ilmu, tehnologi dan paradigma baru dalam industri
pariwisata.
Terkait dengan diskursus desentralisasi (otonomi daerah),
pariwisata semakin menjadi primadona. Daya tariknya yang luar biasa dalam
menggerakkan roda perekonomian menjadikan masing-masing daerah berupaya
menggali sebesar-besarnya potensi wisata daerahnya masing-masing. Hal ini tidak
menjadi hal yang aneh, daerah mana yang tidak iri dengan Bali, sebuah propinsi
yang potensi sumber daya alamnya hanya dapat menghasilkan output yang sedikit,
namun tingkat kesejahteraan ekonominya sangat tinngi karena dipacu oleh income
yang didapatkan dari sector pariwisata.
Fenomena dalam dunia pariwisata memang menunjukkan suatu
prospek yang menguntungkan dari sisi bisnis. Kondisi pasar dalam industri ini
menunjukkan suatu “sustainable profit values” -sejumlah nilai keuntungan yang
berkelanjutan. Oleh karena itu dalam upaya untuk meningkatkan nilai pendapatan
dari pariwisata ini, maka layak sebenarnya dilakukan analisis menyeluruh
terhadap kondisi pasar pariwisata, baik menyangkut mekanisme penawaran
(supply), permintaan (demand) , pelaku-pelaku pasar (actors) dan kondisi
lingkungan disekitarnya.
Mengkaji permasalahan penawaran dalam pasar pariwisata,
ditandai oleh tiga ciri khas utama. Pertama, merupakan penawaran jasa-jasa,
dengan demikian apa yang ditawarkan itu tidak mungkin ditimbun dalam waktu lama
dan harus ditawarkan dimana produk itu berada.Oleh karena itu mustahil untuk
mengangkutnya, dan inilah yang membuat perbedaan dengan produk-produk lainnya
yang ditawarkan, dalam arti bahwa konsumen harus mendatangi apa yang
dirtawarkan itu untuk diteliti. Kedua produk yang ditawarkan dalam industri
pariwisata ini sifatnya kaku (rigid) dalam arti bahwa dalam usaha pengadaan
untuk pariwisata, sulit sekali untuk mengubah sasaran penggunaan untuk di luar
pariwisata. Ketiga, berlakunya hukum substitusi. Karena pariwisata belum
menjadi kebutuhan pokok manusia, maka penawaran pariwisata harus bersaing ketat
dengan penawaran barang-barang dan jasa yang lain.
Penawaran pariwisata baik yang menyangkut unsur-unsur alamiah
(natural) ataupun unsur-unsur buatan manusia (artificial) dengan memperhatikan
tiga ciri khas yang dimilikinya membutuhkan suatu sistem penanganan yang
realistis. Arti realistis disini adalah bagaimana unsur-unsur penawaran dalam
pariwisata tersebut mampu merespon kondisi persaingan dan kecenderungan dalam
lingkungan pasar pariwisata.
Di sisi yang lain, permintaan pariwisata sebagai mutual dari
penawaran menunjukkan fenomena yang seringkali berbeda dengan kondisi yang
terjadi pada pasar dalam pengertian umum tersebut. Banyak faktor yang turut
mempengaruhi wisatawan untuk mengadakan perjalanan wisata. Terlepas dari
unsur-unsur pokok gejala pariwisata yang menyangkut manusia, yang mempunyai
waktu luang, kelebihan pendapatan dan kemauan untuk melakukan perjalanan
ternyata ada unsur-unsur lain yang beberapa diantaranya bersifat rasional dan
beberapa yang lain tidak masuk akal (irasional). Dalam hal ini Gromy (2005)
mencoba untuk menganalisis beberapa faktor rasional sebagai suatu dorongan yang
disadari bagi wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata tersebut antara
lain: aset-aset wisata, pengorganisasian industri pariwisata, fasilitas, sikap
masyarakat tempat tujuan, kondisi demografi, situasi politik dan keadaan
geografis. Sedangkan faktor-faktor irasional terdiri atas lingkungan perjalanan
dan ikatan keluarga, tingkah laku, prestise, mode, perasaan keagamaan, hubungan
masyarakat dan promosi pariwisata.
Dari hal ini dapat diihat bahwa permintaan pariwisata tidak
menggambarkan sekelompok homogen orang-orang yang sedang berusaha bepergian
setelah terdorong oleh motivasi tertentu. Ada sekelompok keinginan, kebutuhan,
rasa kesukaan dan ketidak sukaan yang kadang berbaur dan bertentangan dalam
diri seseorang. Perbedaan struktur permintaan dalam pariwisata ini tidak
mengikuti pola sistematis yang didasarkan pada kebangsaan, kesukuan, tempat
tinggal, jabatan, susunan keluarga /tingkat sosial yang tidak bergantung kepada
tingkat umur atau jenis kelamin. Semua unsur yang beragam ini cenderung
digunakan sebagai batas /patokan agar tetap memberi arti segmentasi masyarakat
yang merupakan permintaan pasar potensial.
Permintaan pariwisata ditandai dengan beberapa ciri
khas;antara lain adalah kekenyalan (elasticity) dan kepekaan (sensitivity).
Elastisitas disini berarti seberapa jauh tingkat kelenturan permintaan tersebut
terhadap perubahan struktur harga /perubahan berbagai macam kondisi ekonomi di
pasar. Titik awal munculnya permintaan pariwisata dengan keadaan ekonomi
sedemikian rupa sehingga memungkinkan orang memiliki kelebihan pendapatan dan
lamanya hari-hari libur yang tetap dibayar. Karena pengeluaran wisatawan
merupakan penyisihan sebagian anggaran pribadi dan keluarga yang bersaing dengan
barang keperluan lain (mobil, televisi dan sebagainya), maka dapat dipahami
mengapa permintaan pariwisata dapat menunjukkan elastisitas langsung dengan
jumlah pendapatan di lain pihak.
Permintaan pariwisata juga sangat peka (sensitive) terhadap
kondisi sosial, politik dan perubahan mode perjalanan. Daerah tujuan wisata
yang mengalami ketidak tenangan (instability) kondisi politik atau keguncangan
sosial tidak akan menarik wisatawan meskipun harga fasilitas pariwisata yang
ditawarkan sangat murah.
Dari fenomena penawaran dan permintaan pasar yang telah
diungkapkan, bisa disimpulkan bahwa pariwisata mengandung berbagai permasalahan
yang multi-komplek. Seperti yang dikatakan oleh John King (2006) , bahwa untuk
masa yang akan datang negara-negara destinasi akan berhadapan dengan wisatawan
yang matang,tidak massal (individual perceptions) , dan mencari sumber-sumber
pengayaan hidup secara spiritual, tidak lagi sekedar kesenangan yang bersifat
material dan jasmaniah. Pada tingkat manajemen tantangannya adalah perubahan
orientasi dari menjual produk yang ada (sell what is produce) kepada penjualan
produk sesuai permintaan pasar, dari pemasaran massif kepada pemasaran untuk
konsumen individual, dari penggunaan mass-branding menuju keragaman branding,
dari persaingan harga menuju persaingan kualitas. Pada sisi tehnologi ada
tuntutan baru akan tehnologi informasi yang terpadu, lebih bersahabat, difusi
tehnologi yang cepat, sistemik dan bergerak menuju globall net working.
Keseluruhan tantangan ini akhirnya berpengaruh pada penciptaan produk--produk
wisata yang mempunyai daya tarik menurut perspektif konsumen.
Beberapa tantangan dalam industri pariwisata tersebut,
tampaknya memang perlu segera direspon oleh pihak-pihak yang berkepentingan
dengan masalah pariwisata. Apalagi bagi pemerintah daerah yang sedang
giat-giatnya menggali potensi daerahnya dalam masa-masa otonomi daerah ini.
Bentuk respon tersebut antara lain dalam hal kemampuan untuk selalu melakukan
upaya inovasi, kesiapan lingkungan pendukung maupun tersinerginya penanganan
pariwisata tersebut oleh berbagai pihak yang terkait. Secara tehnis upaya
inovasi ini dapat diterjemahkan sebagai upaya menciptakan objek wisata yang
mampu memberikan “pengalaman yang berbeda” bagi wisatawan yang mengunjunginya.
Disisi yang lain kesiapan lingkungan pendukung, baik tenaga kerja , masyarakat
sekitar lokasi maupun sarana dan prasarana juga sangat dibutuhkan. Misal untuk
Bengkulu (Rejang Lebong), kesiapan sumber daya manusia terkait dengan basic
pendidikan, maka perlu dipikirkan pendirian Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata
ataupun Program Studi Pariwisata di perguruan tinggi yang ada
Yang masih juga menjadi permasalahan dalam hal ini adalah
masalah penanganan yang tersinergi. Tidak dapat dipungkiri saat ini dalam
tataran pengambil kebijakan (decision maker) ditingkat pusat , pariwisata
tampaknya belum lagi menjadi focus perhatian dan garapan yang serius. Orientasi
dan konsentrasi elit politik sekarang terpusat pada issue-isue politik,
perebutan kekuasaan dan tawar-menawar jabatan (baca : kekuasaan). Padahal dalam
konteks kedaerahan beberapa daerah sudah harus dipaksa untuk mulai mandiri. Hal
ini seperti dikatakan didepan berdampak pada kondisi pariwisata di Indonesia.
Citra Indonesia sudah kadung disebut sebagai negara perusuh, fundamentalis,
sarang teroris dan sejenisnya. Sedangkan upaya pengembalian citra (reimage)
seringkali hanya sekedar jargon politik semata.
Bahkan lebih parah lagi, pertarungan politik dinegara kita
yang mulai menggunakan daya tawar masa pendukung (mass bargaining) sehingga
memunculkan pertarungan dalam tataran grassroot kadang memperparah keterpurukan
citra pariwisata Indonesia. Kembali Bali menjadi contoh, bagaimana sulitnya
propinsi itu untuk mengembalikan citra dirinya yang terpuruk pasca tragedi Bom
Bali 1 dan Bom Bali 2.
Diksi (pilihan kata)
Pengertian Diksi atau Pilihan kata
Jika kita menulis atau berbicara,
kita selalu menggunakan kata. Kata tersebut dibentuk menjadi kelompok kata,
klausa, kalimat, paragraph dan akhirnya sebuah wacana.
Di dalam sebuah karangan, diksi bisa
diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan sebuah cerita.
Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata melainkan digunakan untuk
menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan
gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya.
Agar dapat menghasilkan cerita yang
menarik melalui pilihan kata maka diksi yang baik harus memenuhi syarat,
seperti :
•
Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan suatu gagasan.
• Seorang pengarang harus mempunyai kemampuan untuk
membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin
disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan
nilai rasa bagi pembacanya.
• Menguasai berbagai macam kosakata dan mampu memanfaatkan
kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat yang jelas, efektif dan mudah
dimengerti.
Contoh
Paragraf :
1).
Hari ini Aku pergi ke pantai bersama dengan teman-temanku. Udara disana sangat
sejuk. Kami bermain bola air sampai tak terasa hari sudah sore. Kamipun pulang
tak lama kemudian.
2).
Liburan kali ini Aku dan teman-teman berencana untuk pergi ke pantai. Kami
sangat senang ketika hari itu tiba. Begitu sampai disana kami sudah disambut
oleh semilir angin yang tak henti-hentinya bertiup. Ombak yang berkejar-kejaran
juga seolah tak mau kalah untuk menyambut kedatangan kami. Kami menghabiskan
waktu sepanjang hari disana, kami pulang dengan hati senang.
Kedua paragraf diatas punya makna yang sama. Tapi dalam
pemilihan diksi pada contoh paragraph kedua menjadi enak dibaca, tidak
membosankan bagi pembacanya.
Kalimat Efektif
Pengertian kalimat efektif: adalah kalimat yang
mengungkapkan pikiran atau gagasan yang disampaikan sehingga dapat dipahami dan
dimengerti oleh orang lain.
Ciri-ciri
kalimat efektif:
1. Kesepadanan
Suatu kalimat efektif harus memenuhi unsur
gramatikal yaitu subjek, predikat, objek dan keterangan. Di dalam kalimat
efektif harus memiliki keseimbangan dalam pemakaian struktur bahasa.
Contoh:
Amara
pergi ke sekolah, kemudian Amara pergi ke rumah temannya untuk belajar. (tidak
efektif)
Amara
pergi ke sekolah, kemudian kerumah temannya untuk belajar. (efektif)
2. Kecermatan dalam Pemilihan
dan Penggunaan Kata
Dalam membuat kalimat efektif jangan sampai menjadi
kalimat yang ambigu (menimbulkan tafsiran ganda)
Contoh:
Mahasiswi
perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah (tidak efektif)
Mahasiswi
yang kuliah di perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah. (efektif)
3.Kehematan
Kehematan dalam kalimat efektif maksudnya adalah
hemat dalam mempergunakan kata, frasa atau bentuk lain yang di anggap tidak
perlu, tetapi tidak menyalahi kaidah tata bahasa.
Contoh:
Karena
ia tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama belajar di rumahku. (tidak
efektif)
Karena
tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di rumahku. (efektif)
4.
Kelogisan
Bahwa ide kalimat itu dapat dengan mudah dipahami
dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku.
Contoh:
Untuk
mempersingkat waktu, kami teruskan acara ini. (tidak efektif)
Untuk
menghemat waktu, kami teruskan acara ini. (efektif)
5.Kesatuan atau Kepaduan
Maksudnya adalah kepaduan pernyataan dalam kalimat
itu, sehingga informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah.
Contoh:
Kita
harus dapat mengembalikan kepada kepribadian kita orang-orang kota yang telah
terlanjur meninggalkan rasa kemanusiaan itu. (tidak efektif)
Kita
harus mengembalikan kepribadian orang-orang kota yang sudah meninggalkan rasa
kemanusiaan. (efektif)
6. Keparalelan atau Kesejajaran
Adalah kesamaan bentuk kata atau imbuhan yang
digunakan dalam kalimat itu.
Contoh:
Kakak
menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (tidak efektif)
Kakak
menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan. (efektif)
Harga
sembako dibekukan atau kenaikan secara luwes. (tidak efektif)
Harga
sembako dibekukan atau dinaikkan secara luwes. (efektif)
Wacana Kalimat Efektif dan Kalimat Turunan
Kalimat Efektif
Tumbuhan
Akuatik
Tumbuhan
akuatik adalah tumbuhan yang berhabitat di lingkungan air. Tumbuhan ini sangat
mudah kita jumpai karena habitatnya yang mudah di temui oleh setiap orang.
Tumbuhan akuatik disebut juga tumbuhan hidrophytic atau hydrophytes.
Dibandingkan dengan jenis tanaman seperti mesophytes dan xerophytes,
hydrophytes tidak ada masalah dalam menahan air karena banyaknya air dalam
lingkungan tempat tumbuhan tersebut hidup.
1. Kutikula tipis. Hal ini bertujuan
untuk mencegah kehilangan air.
2. Sel stomata pada umumnya tidak
aktif. Hal ini dikarenakan tumbuhan
akuatik
tidak memerlukan banyak kontrol dalam siklus air.
3. Peningkatan jumlah stomata. Hal
ini bertujuan untuk siklus
pengeluaran
air pada tumbuhan tersebut untuk menghindari kelebihan air.
4. Flat daun pada permukaan tanaman
untuk pengapungan.
5. Mempunyai akar yang kecil agar
air dapat tersebar langsung ke daun.
6. Akar dapat mengmbil oksigen
langsung dari dalam air.
Beberapa jenis tanaman air :
1. Lotus
Tanaman
jenis ini membutuhkan media air dan tanah
2. Teratai
Tanaman jenis ini membutuhkan media air dan tanah, biasanya
diletakkan dalam pot tanah liat yang melebar. Daun teratai
akan besar jika cukup zat makanan dan pupuk, daunnya akan
terbentang dam membesar d atas permukaan air.
3. Kapu-kapu
Tanaman jenis ini membutuhkan media air dan tanah. Tanaman
jenis ini tidak dapat terkena sinar matahari langsung dan tidak bisa
mendapatkan
terlalu banyak air, agar daunnya tidak cepat hancur.
Keterangan :
Tumbuhan Akuatik : Tumbuhan air
Tumbuhan Mesophytes : Tumbuhan yang
hidup pada suhu rata-rata dan
kelembaban yang cukup.
Tumbuhan Xerophytes : Tumbuhan yang
hidup pada habitat kering.
Kutikula : Kulit tumbuhan
Stomata : Mulut daun
Kalimat Turunan
Secara umum,
pembentukan kata turunan dengan imbuhan mengikuti aturan penulisan kata yang
ada di bagian sebelumnya. Berikut adalah beberapa informasi tambahan untuk
melengkapi aturan tersebut.
Jenis imbuhan
Jenis
imbuhan dalam bahasa Indonesia dapat dikelompokkan menjadi:
1. Imbuhan sederhana; hanya terdiri dari salah satu awalan atau akhiran.
a. Awalan: me-, ber-, di-, ter-, ke-, pe-, per-, dan se-
b. Akhiran: -kan, -an, -i, -lah, dan –nya
2. Imbuhan
gabungan; gabungan dari lebih dari satu awalan atau akhiran.
a. ber-an dan ber-i
b. di-kan dan di-i
c. diper-kan dan diper-i
d. ke-an dan ke-i
e. me-kan dan me-i
f. memper-kan dan memper-i
g. pe-an dan pe-i
h. per-an dan per-i
i. se-nya
j. ter-kan dan ter-i
3. Imbuhan
spesifik; digunakan untuk kata-kata tertentu (serapan asing).
a. Akhiran: -man, -wan, -wati, dan -ita.
b. Sisipan: -in-,-em-, -el-, dan -er-.
Awalan me-
Pembentukan dengan awalan me- memiliki aturan sebagai berikut:
1. tetap, jika huruf pertama kata dasar adalah l, m, n, q, r, atau w. Contoh:
me- + luluh →
meluluh,
me- + makan → memakan.
2. me- → mem-, jika huruf pertama kata dasar adalah b, f, p*, atau v. Contoh:
me- + baca → membaca, me- + pukul → memukul*, me- + vonis → memvonis, me- +
fasilitas + i → memfasilitasi.
3. me- → men-, jika huruf pertama kata dasar adalah c, d, j, atau t*. Contoh:
me- + datang → mendatang, me- + tiup → meniup*.
4. me- → meng-, jika huruf pertama kata dasar adalah huruf vokal, k*, g, h.
Contoh: me- + kikis → mengikis*, me- + gotong → menggotong, me- + hias →
menghias.
5. me- → menge-, jika kata dasar hanya satu suku kata. Contoh: me- + bom →
mengebom, me- + tik → mengetik, me- + klik → mengeklik.
6. me- → meny-, jika huruf pertama adalah s*. Contoh: me- + sapu → menyapu*.
Huruf dengan tanda * memiliki sifat-sifat khusus:
1. Dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf vokal. Contoh: me- + tipu →
menipu, me- + sapu → menyapu, me- + kira → mengira.
2. Tidak dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf konsonan. Contoh: me-
+ klarifikasi → mengklarifikasi.
3. Tidak dilebur jika kata dasar merupakan kata asing yang belum diserap secara
sempurna. Contoh: me- + konversi → mengkonversi.
Aturan khusus
Ada beberapa aturan khusus pembentukan kata turunan, yaitu:
1. ber- + kerja → bekerja (huruf r dihilangkan)
2. ber- + ajar → belajar (huruf r digantikan l)
3. pe + perkosa → pemerkosa (huruf p luluh menjadi m)
4. pe + perhati → pemerhati (huruf p luluh menjadi m)
http://aneistp.blogspot.com/2012/11/wacana-dan-pilihan-kata-diksi.html
http://dayintapinasthika.wordpress.com/2013/01/02/contoh-kalimat-efektif-dan-kalimat-tidak-efektif/
http://ani-yunita.blogspot.com/2013/10/wacana-kalimat-efektif-dan-turunan.html
http://rizkyanraguta.blogspot.com/2013/10/diksi-kalimat-efektif-dan-kalimat.html