Budaya yang lebih luas memberikan
pengaruh kuat pada struktur dan fungsi organisasi.
Para peneliti organisasi sudah lama melihat setiap organisasi memiliki budaya
yang berbeda satu dengan lainnya meskipun mereka menjalankan fungsi yang sama.
Satu organisasi dibandingkan
organisasi lannya bisa saja lebih otoritarian atau demokratis; sangat terikat
peraturan atau informal; inovatif atau menolak perubahan; bisa menerima
keragaman atau anti-keragaman; atau bisa membawa atmosfer yang bersahabat atau
tidak bersahabat.
Dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya
tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi,
bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam
cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat
anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan
keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu,
budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam
memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Model Budaya Organisasi
Para pakar mengemukakan model-
model hubungan dimensi hubungan ant r dimensi – dimensi budaya organisasi.
Edgar H. Schein ( 1985) melukiskan budaya organisasi dalam 3 level[3].
Ketiga level tersebut adalah :
Level 1 : Artefak. Level ini
merupakan dimensi yang paling terlihat dari budaya oraganisasi, merupakan
lingkungan fisik dan sosial organisasi . Pada level ini orang yang memasuki
suatu organisasi dapat melihat dengan jelas bangunan output (barang dan jasa),
teknologi , bahasa tulis dan lisan, produk seni, dan perilaku anggota
organisasi. Anggota organisasi sering tidak menyadari mengenai artefak budaya
organisasi mereka, tetapi orang luar organisasi dapat mengamatinya dengan
jelas.
Level 2 : Nilai- nilai . Semua
pembelajaran organisasi merefleksikan nilai-nilai n organisasi,
perasaan mereka mengenai apa yang seharusnya berbeda dengan apa yang ada . Jika
anggota organisasi menghadapi persoalan atau tugas baru, solusinya adalah
nilai-nilai. Misalnya , perusahaan yang baru didirikan mengalami penurunan
penjualan produknya. Pemimpin perusahaan menyatakan ‘’ kita harus meningkatkan
iklan dan menerobos pasar baru untuk meningkatkan penjualan’’. Pernyataan ini
dijabarkan dalam kegiatan operasi anggota organisasi dan berhasil. Kepercayaan
pemimpin ini merupakan nilai- nilai dari pemimpin.
Level 3: Asumsi dasar . Jika solusi
yang dikembangkan pemimpin perusahaan dapat berhasil berulang- berulang , maka
solusi dianggap sebagai sudah seharusnya ( taken for granted ) . Apa yang
semula hanya merupakan hipotesis yang didukung oleh nilai- nilai , setelah
berhasil dianggap sebagai realitas dan kebenaran. Asumsi dasar merupakan solusi
yang paling dipercaya sama dengan teori ilmu pengetahuan yang sedang diterapkan
untuk suatu problem yang dihadapi organisasi.
Sumber dan Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996:289), ada 7
ciri-ciri budaya organisasi adalah:
1. Inovasi dan pengambilan
resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil
resiko.
2. Perhatian terhadap detail.
Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian
terhadap detail.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana
manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan
untuk mencapai hasil tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauh mana
keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi
itu.
5. Orientasi tim. Sejauh mana
kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, ukannya individu.
6. Keagresifan. Berkaitan
dengan agresivitas karyawan.
7. Kemantapan. Organisasi
menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.
Menurut
Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
a. Budaya menciptakan pembedaan
yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b. Budaya membawa suatu
rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya
komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual
seseorang.
d. Budaya merupakan perekat sosial
yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar
yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat
makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Budaya suatu organisasi tidak muncul
begitu saja dari kehampaan. Sekali ditegakkan jarang budaya itu berangsur
padam. Ada kekuatan yang menyebabkan budaya itu menjadi kuat dan dapat bertahan
menjadi suatu budaya dalam organisasi. Adapun sebabnya :
Menjaga budaya
agar tetap dipertahankan
Sekali budaya terbentuk, praktek-praktek di dalam organisasi
bertindak untuk mempertahankannya dengan memberikan kepada karyawannya
seperangkat pengalaman yang serupa . Misalnya, banyak praktek sumberdaya
manusia yang kita bahas dalam bab sebelumnya memperkuat budaya organisasi itu.
Proses seleksi, kriteria evaluasi kinerja, praktek pemberian imbalan, kegiatan
pelatihan dan pengembangan karir, dan prosedur promosi memastikan bahwa mereka
yang dipekerjakan cocok dalam budaya itu, menghargai mereka yang mendukungnya,
dan menghukum ( dan bahkan memecat ) mereka yang menentangnya. Tiga kekuatan
memainkan bagian sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya: praktek
seleksi, tindakan manajemen puncak[5],
dan metode sosialisasi. Baiklah kita periksa masing- masing dengan lebih
seksama.
Seleksi, tujuan dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan
mempekerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan , ketrampilan, dan
kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam organisasi itu. Di
samping itu, proses seleksi memberikan informasi kepada para pelamar mengenai
oraganisasi itu. Para calon belajar mengenai organisasi itu, dan jika mereka
merasakan suatu konflik antara nilai mereka dan nilai organisasi, mereka dapat
menyeleksi diri keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena itu, seleksi menjadi
jalan dua arah, dengan memungkinkan pemberi kerja atau pelamar untuk memutuskan perkawinan bila
tidak ada ketidakcocokan. Dengan cara ini, proses seleksi mendukung budaya
suatu organisasi dengan menyeleksi keluar individu-individu yang mungkin menyerang
atau menghancurkan nilai-nilai intinya.
Manajemen
puncak, tindakan manajemen puncak juga
mempunyai dampak besar pada organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berprilaku
eksekutif senior menegakkan norma- norma yang merembes ke bawah sepanjang
organisasi.Misalnya, apakah pengambilan resiko yang diinginkan , berapa banyak
kebebasan seharusnya diberikan
oleh para manajer kepada bawahan mereka, pakaian apakah yang pantas, dan
tindakan apakah akan dihargai dalam kenaikan upah , promosi dan lain-lain.
Sosialisasi, tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan organisasi itu
dalam perekrutan dan seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi
dalam budaya organisasi. Mungkin yang paling penting, karena mereka tidak kenal
baik dengan budaya organisasi, karyawan baru mengganggu keyakinan dan kebiasaan
yang ada. Oleh karena itu organisasi akan tampaknya berpotensi membantu
karyawan baru menyesuaikan diri dengan budayanya.
http://carideny.blogspot.com/2013/05/1-defenisi-budaya-organisasi-2.html